Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan dalam lima tahun ke depan gambaran soal angka pengangguran di Indonesia masih akan suram karena tidak tersedianya lapangan kerja.

Dalam kaitan itu, negara masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat tidak mungkin beralih ke teknologi modern mengingat struktur angkatan kerja, pekerja, dan pengangguran terbuka menurut pendidikan masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar ke bawah.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga memperkirakan pada tahun 2004 jumlah angkatan kerja akan mencapai 102,88 juta orang, termasuk angkatan kerja baru 2,10 juta orang. Tambahan lapangan kerja yang tercipta hanya 10,83 juta orang.

Penciptaan lapangan kerja yang tak mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja baru itu menyebabkan angka pengangguran terbuka tahun 2004 meningkat menjadi 10,83 juta orang (10,32 persen dari angkatan kerja), dari tahun sebelumnya 10,13 juta orang (9,85 persen dari angkatan kerja).

Peningkatan angka pengangguran terbuka ini diperkirakan masih akan berlanjut tahun 2005, di mana angka pengangguran terbuka diproyeksikan menjadi 11,19 juta orang atau 10,45 persen dari angkatan kerja (lihat tabel). Proyeksi ini dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2004 dan 2005 masing-masing 4,49 persen dan 5,03 persen.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie mengatakan, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen pada tahun 2005, lapangan kerja yang tercipta hanya 1,75 juta orang dan pengangguran terbuka mencapai 11,19 juta orang atau 10,45 persen dari jumlah angkatan kerja.

Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 4,49 persen pada tahun 2004 dan 5,03 persen pada tahun 2005 dinilai sama sekali tidak menjamin terbukanya lapangan kerja. Sebab, investasi baru cenderung menggunakan mesin modern dan canggih sehingga tidak memerlukan banyak pekerja.

Kwik mengungkapkan hal itu pada seminar “Pasar Kerja yang Ramah Pasar” di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (9/9). Pembicara lain dalam seminar itu antara lain Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto, ekonom dari Universitas Nasional Australia (ANU) Chris Manning, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Soedjai Kartasasmita, dan Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Rekson Silaban.

Menurut Kwik, tantangan utama yang dihadapi pemerintah adalah terus membesarnya jumlah pengangguran. Data tahun 2002 menunjukkan, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta orang atau 9,06 persen dari keseluruhan angkatan kerja. Jumlah ini dua kali lipat lebih dari jumlah pengangguran terbuka sebesar 4,3 juta jiwa atau 4,86 persen tahun 1996, atau setahun sebelum krisis.

Data itu belum termasuk setengah penganggur, yakni orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu, yang jumlahnya mencapai 28,9 juta orang pada tahun 2002.

Yang lebih memprihatinkan adalah terus menurunnya kesempatan kerja formal, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Jumlah pekerja formal di pedesaan yang mempunyai upah tetap atau waged worker tahun 2001 berkurang sebanyak 3,3 juta orang. Tahun 2002, jumlah pekerja formal di perkotaan berkurang 469.000 orang dan di pedesaan berkurang 1,1 juta orang.

“Indikator ini menunjukkan, kesempatan kerja yang tercipta selama tahun 2001 dan 2002 memiliki kualitas rendah karena lebih banyak kesempatan kerja tercipta di sektor informal,” katanya.

Sementara itu, ada kecenderungan di perusahaan besar ada peningkatan upah yang lebih tinggi dari pertumbuhan nilai tambahnya. “Jika hal ini benar, ini sebagai tanda bahwa daya saing tenaga kerja Indonesia makin menurun, padahal sangat dibutuhkan menghadapi persaingan global,” ujar Kwik menjelaskan.

Menurut dia, supaya bisa menambah lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi harus bisa mencapai enam sampai tujuh persen. Padahal, untuk mencapai pertumbuhan tujuh persen sangat sulit, karena mengandalkan investasi baru. Sementara itu, investor tidak akan memilih Indonesia sebagai tempat menanam modal karena biaya ekonomi sangat tinggi, akibat masih kuatnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Kalau ingin investor datang ke Indonesia, KKN harus benar-benar diberantas, tidak cukup dengan ngomong, tetapi pelakunya harus benar-benar dihukum tanpa pandang bulu,” ucap Kwik tegas.

Peredam

Dengan kondisi seperti sekarang ini, menurut Kwik, investasi yang diutamakan adalah sektor yang tidak terlalu modern dan tanpa menggunakan mesin canggih. Dikatakannya pula, selama ini sektor informal dinilai sangat membantu menyerap orang-orang yang menganggur, tetapi kreatif dan menjadi peredam di tengah pasar global. Namun, bukan berarti sektor formal diabaikan.

Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto memaparkan, lima tahun ke depan negara ini masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat tidak mungkin beralih ke teknologi modern.

Alasannya, struktur angkatan kerja, pekerja, dan pengangguran terbuka menurut pendidikan masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar (SD) ke bawah. Untuk angkatan kerja tahun 2002, yang berpendidikan SD ke bawah mencapai 59,05 juta orang atau sekitar 58,6 persen dari angkatan kerja.

Perkembangan yang dinilai memprihatinkan oleh Bambang adalah kecenderungan menciutnya sektor informal periode 2001-2002, yang dibarengi dengan perbedaan upah yang makin lebar antara pekerja di sektor formal dan informal. Faktor lain adalah menurunnya produktivitas di sektor industri pengolahan serta meningkatnya pengangguran usia muda, yakni 15-19 tahun.

Sementara itu, ada beberapa aturan main yang berpotensi menyebabkan infleksibilitas pasar kerja. Misalnya, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan di tempat kerja, menyangkut pemutusan hubungan kerja (PHK), dan yang berkaitan dengan upah minimum.

seperti halnya di Purwakarta pun pengangguran masih banyak terutama kaum adam lulusan SMA bahkan Perguruan tinggi sekalipun yang paling mendominan..
banyak yang berharap tahun ke depannya pemerintah dapat meraampingkan jumlah pengangguran yang tiap tahun semakin melonjak…
Sumber : (Eta) Harian Kompas, Jakarta

kutipan dari http://www.silaban.net